Sebuah Curhatan


Udah malem, sebenernya waktu yang pas untuk revisian, tapi gara-gara mandi air dingin lalu tiba-tiba munculah sebuah ide untuk menuliskan sesuatu yang gak bisa ditunda akhirnya saya buka laptop. Berhubung laptop saya mengalami kerusakan jadi akhirnya minjem laptop ade yang selalu di password secara rahasia, semacam ada data kenegaraan yang sangat penting sedunia. Okee, malah ngelantur kebanyakan omong di intronya. Oh come on, cut it off!
Belakangan beberapa orang curhat mengenai relationshipnya dengan saya dan seringkali dengan nada yang serius banget.  Ada satu hal yang membuat saya tertarik saat ini ketika seseorang cerita. Kira-kira begini deh percakapannya:
Dia : Ternyata dia gak punya visi ke depannya dengan aku (sticker nangis bercucuran)
Saya : Lalu?
Dia : Terus ngapain dong selama ini aku pacaran sama dia? Cuma buang-buang waktu aja
Saya : ……
Dia : Kalau kamu kamu jadi aku, kamu mau gimana?
Sejujurnya saya bingung mau jawab apa. Pacaran tanpa tujuan, rasanya seperti buang-buang waktu saja ya? Nantinya makin sayang setelah setahun dua tahun atau lima tahun, tapi ujung-ujungnya malah putus karena perbedaan visi di depannya. Lalu buat apa pacaran kalau tau ternyata di akhir bakal bubaran, udahan, putus, mantanan lalu karoke sambil nyanyi lagu Kahitna "Mantan Terindah" yang kemudian dinyanyikan lebih menyayat hati oleh Raisa lalu mewek sesengukan gatau malu di hadapan sahabat. Atau nyanyi lagu glenn fredly “sandiwarakah selama ini.. setelah sekian lama kita tlah bersama.. “. Sip, tinggal pilih playlist lagu lain karena yang ini udah pasti jadi yang pertama di putar.
Pacaran tanpa tujuan. Tampaknya kata-kata yang seram untuk dikumandangkan sekarang. Sangat pantang di ucapkan pada wanita-wanita Indonesia berumur di atas 20 tahun yang kata teman saya sudah memasuki UP, bukan tugas UP di kampus melainkan Usia Panik. Panik untuk nyari jodoh, panik buat nyari pasangan hidup. Serba panik, sampai-sampai langsung senewen begitu sang pacar bilang “aku belum tau kedepannya bakal gimana sama kamu.” Karena kata-kata itu sangat tidak mengandung kepastian di masa depan. Padahal hal yang paling disukai oleh wanita adalah kepastian dalam segala hal. Termasuk pasti dinikahin apa engga. Hahaha.
Balik lagi dengan pertanyaan “kalau kamu jadi aku, kamu mau gimana?” kalau saya beberapa bulan yang lalu mungkin akan berkata “Putus aja” dengan mudahnya dan gak berperasaan. Logikanya gini, kalau memang gak ada masa depan ngapain juga di pertahankan. Ya ga?
Ituu… adalah jawaban berlogika tanpa perasaan. Tapi yang disini lagi diceritakan adalah hubungan dua orang manusia, melibatkan dua perasaan juga di dalamnya. Ketika bilang putus semudah itu, secara logikanya hubungan memang berakhir, logikanya dua orang itu bisa mencari orang lain yang lebih baik, logikanya dua orang itu bisa belajar dari kesalahan dan menetapkan standar untuk mendapatkan orang yang tepat.
Tapi, jangan lupa, ada unsur perasaan di dalamnya. Kalau saat ini putus, yakin bisa tanpa dia? Yakin bisa bertahan dengan perasaan campur-aduk tanpa kehadiran dia? Yakin bisa tahan dengan situasi ‘cinta tak harus memiliki’? yakin bisa tahan dengan kangennya? Yakin gak akan ngajak balikan setelah drama berkepanjangan  dan menangis semalaman?
Hayoloh, mikir lagi kan jadi putus apa gak?
Saya gak bisa jawab pertanyaan “kalau kamu jadi aku, kamu mau gimana?”, Karena saya bukanlah teman saya. Situasi saya beda, pemahaman saya beda. Tapii… coba deh sekarang para wanita-wanita ini mencoba melihat sudut pandang tentang visi dan masa depan itu dari sisi si pria.
Masalah biasanya muncul dari yang pacarnya satu umur. Banyak orang bilang wanita itu lebih cepat dewasa, makanya cari pacar yang lebih tua. Yah, namanya juga sayang gak bisa milih-milih deh ya, kalau saya milih juga sampai saat ini saya gak perlu merasa terjebak sayang dengan orang yang gak membalas, teman saya bisa milih sayang dengan orang yang gak perlu ninggalin kawin, bisa milih untuk sayang dengan yang ganteng dan memiliki masa depan dengan dia didalamnya.
Kadung deh terjebak dengan pria seumur, yang katanya bakal lebih gak dewasa di bandingkan wanita. Nah, disinilah tantangannya, ujian terberatnya yang perlu dilalui. Seberapa dewasa sih kita para wanita untuk membantu para pria kita untuk menjadi lebih dewasa? Seberapa mampu kita mendampingi mereka yang mungkin masih belum memiliki tujuan hingga akhirnya mereka mendapatkannya? Seberapa tahan menghadapi tingkah para pria yang katanya telat dewasa ini dan ditakdirkan untuk memuat kesalahan yang sama berulang kali sampe ubanan sekalipun?
Pertanyaan “kalau kamu jadi aku, kamu mau gimana?” adalah pertanyaan sulit. Gak bakal saya jawab karena saya bisa jadi menginfluence hal yang salah nantinya. Well, ini hubungan kamu. Ada cara kamu dan dia, yang gak saya mengerti, untuk mengekspresikan rasa sayang kalian.
Satu hal yanh pasti. Gak ada benar atau salah yang mutlak untuk keputusan apapun yang nantinya akan dilakukan. Kalau memilih putus, mungkin memang akan menyesal, menghadapi proses menyakitkan, tapi mungkin nanti akan diberikan gantinya yang akan membuat kamu mendapakan happy ever after. Kalau memilih bertahan, mungkin akan menyesal juga, mungkin tetap sakit, tapi mungkin ada hal-hal tertentu dalam kebersamaan yang terlalu berharga jika dibuang untuk masa depan yang sama sekali gak pasti.
Beberapa waktu ini saya banyak belajar. Yang penting dari sebuah hubungan adalah kepercayaan. Bukan hanya percaya pada pacar masing-masing, tapi juga percaya kepada diri sendiri. Percaya bahwa saya ada di masa depan dia, percaya bahwa meskipun saat ini dia belum percaya, saya bisa membuatnya percaya kalau saya bisa mendukung dia di masa depan.

Behind every great man there’s a great woman.        

Makanya, sebelum menemukan pria antah berantah untuk di dukung menjadi seseorang yang hebat, saya pun perlu berusaha menjadi wanita yang hebat untuk diri sendiri. Untuk kepercayaan diri saya sendiri, untuk dapat membuat si antah berantah itupun percaya. Tapi, jangan lupa soal percaya gak percaya adalah kamu sendiri yang merasakan, jangan minta di yakinkan karena karna hanya pribadi masing-masing yang bisa menyakinkkan.
Percayakah kamu kalau hubungan ini layak untuk di jalanin? punya masa depan dan gak akan mengecewakan?

kalau engga...

yah, cuma kamu sendiri yang tau apa yang harus dilakukan.



7 April 2015
Too much love can kill 

Comments

Popular posts from this blog

A Tale of A Foolish Cinderella

Us

Love like a Jellyfish