Cerpen: Seperti Kebiasaannya
Segala tentang kamu seperti
suatu kebiasaan. Bahkan setelah lama gak bertemu, tetap saat melihatmu, saat
menyapamu, saat melihat tingkah lakumu, saat berbicara denganmu, anehnya semua
terasa benar. Serasa memang seperti itulah seharusnya. Serasa memang begitulah
keadaannya. Serasa memang ada kebiasaan yang tidak biasa jika ada kamu
disekitarku.
“Nulis apa sih?”
Dira sontak menutup laptopnya dengan kaget saat
mendengar suara itu dari belakang kepalanya. Saking asiknya menulis, Dira yang
biasanya dengan cepat dapat menangkap radar keberadaan Agy saat itu tidak
menangkap sinyalnya dengan baik. Tingkah lakunya saat itu seperti maling ke-Gep
nyuri ikan asin. Gak penting tapi tetap saja memalukan.
“Heboh amat.” Komentar Agy sambil angkat bahu.
Melangkah ke depan Dira, lalu seperti kebiasaannya menyeruput cappucino pahit
Dira yang tinggal setengah dan sudah
mendingin, kelamaan dianggurin. Seperti kebiasaannya Agy yang lain yang selalu mencomot makanan apapun yang Dira miliki dengan
semena-mena.
Agy gak pernah heran dengan tingkah laku Dira yang seringkali
seperti misterius dan menyimpan suatu rahasia darinya. Agy gak pernah bertanya
atau memaksa atau terlalu penasaran dengan apapun yang Dira ketik atau tulis di buku merahnya. Agy
hanya diam saja, terkadang mengamati. Karena memaksa pun percuma, Agy takut
kalau dia tau apapun yang akan
diketahuinya tentang Dira ternyata akan mengubah segala
kenyamanan dan kebiasaan di saat Dira ada. Lebih baik dia tau dengan
sendirinya, atau menunggu Dira untuk memberitahunya.
“Kaget gue, lo munculnya horor banget.
Tiba-tiba ada.” Sungut Dira, masih dengan tangan mengelus-elus dadanya. Beneran
kaget. Karena apapun yang di tulisnya saat ini, jika Agy membacanya pasti cowok
itu akan senyum-senyum kegeeran. Yah, meskipun memang apapun yang dia tulis
memang ditujukan untuknya.
Dira menyukai Agy. Meskipun Agy gak tau. Dira
selalu kangen dengan Agy. Meskipun Agy gak sadar. Dira selalu berusaha mencari
cara untuk menghubungi Agy. Meskipun Agy gak pernah menanggapi. Dira selalu
merasa nyaman jika ada Agy di sekitar. Dan Dira tau Agy pun merasakan kenyamanan yang sama
dengannya. Entah apapun alasannya.
“lo ngerjain tugas apa sih Gy?” tanya Dira
penasaran juga. Setengah jam berlalu sejak kedatangan Agy yang mengagetkannya,
dan mereka hanya duduk berhadap-hadapan di depan laptop masing-masing. Suasanya
café minuman tempat mereka
biasa nongkrong itu sepi pengunjung, mungkin karena cuaca yang memang sedang
mendung membuat orang-orang malas untuk keluar atau memang suasana saat itu
diciptakan untuk membuat Dira menikmati suasananya dengan adem.
“revisian gue nih, dosen gue minta besok gue
ngasih skripsi finalnya.”
“iyalaaah, udah mepet deadline aja lo baru
sadar, cepet kerjain.”
“iya deh yang udah duluan ngumpulin, bisa
tenang ya nulis-nulis puisi.”
Skakmat. Ucapan Agy sukses membuat Dira gak
fokus. Jangan-jangan selama ini Agy tau kalau Dira suka menulis puisi untuknya.
Yang bener aja? Kok tau sih? Jangan-jangan dia bisa nebak dari tulisan di blog
yang suka gue tulis. Waah, gimana dong? Kalau Agy tau gimana? masih mau temenan
sama gue gak ya?
Kita
adalah sepasang sepatu selalu bersama tak bisa bersatu.
Ah, sial. Mas-mas penjaganya pasti lagi
ngetawain gue nih, pasti sengaja nyindir gue lewat lagu. Tapi kenapa juga gue
mesti ngerasa kesindir? Toh gue sama Agy gak selalu bersama, jadi jelas aja
kita gak bisa bersatu. Ah, sialan. Kenapa sekarang gue malah ngerasa patah hati
gini sih? Aduh, mood gue aneh banget kalau Agy ada di sekitar. Barusan happy
sampe meluap-luap, sekarang sedih sampai gak bisa mikir apapun lagi.
“jadi gak mood deh.” Dira me-minimize aplikasi
wordnya, tapi gak mematikan laptopnya. Dira masih ingin menulis, tapi mendadak
buntu hanya karena satu kalimat yang mengena dari mulut Agy. Sebenernya Agy tau
gak sih?
“Laper nih, lo mau makan ga? Gue mau beli nasi
goreng nih di depan.” Karena satu-satunya alasan kabur sementara hingga hatinya
tenang adalah dengan membeli nasi goreng yang ada di sebrang cafe. Karena kalau
dia pulang, dia gak rela. Masih banyak waktu yang ingin dia habiskan bersama Agy
saat ini.
Agy hanya mengiyakan, tanpa menyebutkan apa
pesanan Agy pun Dira sudah mengerti. Nasi goreng yang tidak terlalu pedas di
tambah telor ceplok. Dira akan memesan yang sama dengan apapun yang Agy pesan,
karena pada akhirnya Dira hanya akan menghabiskan setengah porsi dan Agy yang
akan menghabiskan sisanya. Seperti itu kebiasaannya.
Dira meninggalkan Agy yang masih serius dengan
revisiannya. Seperti itu kebiasaannya,
saat mereka bertemu selalu Dira yang mengajak. Terkadang mereka akan bercerita
dengan hebohnya, menceritakan kegiatan masing-masing. Terkadang mereka hanya
saling berdiam, sibuk mengerjakan tugas apapun yang saat itu harus dilakukan.
Tapi saat bersama Agy, rasanya biasa saja. Nyaman saja. Tanpa beban. Dan seolah Dira bisa mengerjakan apapun
dengan lebih baik.
Agy tidak mengangkat kepalanya dari layar
laptop. Karena seperti itu kebiasannya. Agy merasa Dira mengerti dirinya tanpa
dia perlu bersuah-susah menjelaskan. Tapi memang, saat Dira beranjak dari
kursinya, rasanya mendadak sepi. Padahal sedari tadi mereka pun hanya berdiam.
“yes beres, tinggal kata pengantar aja nih.” Agy
meregangkan tubuhnya. Lalu beranjak dari kursinya menuju kursi Dira,
berniat untuk menyontek kata pengantar
pada skripsi Dira yang sudah kelar. Membuka folder yang ada di Drive D. Matanya
tertuju pada satu folder di atas folder skripsi.
AIA
tulisan pada folder itu menarik perhatiannya.
Karena sama dengan namanya jika di singkat. Agyan Irwantoro Anggawinata. AIA.
Agy merasa terusik dengan folder tersebut.
Akhirnya membukanya. Sederet file word
dengan nama file berupa angka 1 hingga 29. Sejenak Agy terdiam, memikirkan, tak
apa-apakah jika aku membuka salah satu diantaranya? Aku hanya akan membukanya,
satu saja. Tak apa-apa kan Dir?
Akhirnya, Agy mengklik file pertama.
File itu menceritakan tentang pertemuan Dira
dengan seseorang. Pertemuan pertama yang biasa saja tapi menimbulkan kesan.
File kedua, menceritakan tentang seseorang yang
membuat dira terkagum-kagum karena sikap dan kepribadiannya yang Dira anggap
berbeda dengan orang lainnya.
File ketiga, menceritakan tentang seseorang
yang memiliki suatu masalah dan
bagaimana orang itu mengatasi semua permasalahannnya.
Dengan dada berdebar-debar, Agy mengklik satu
persatu file tersebut. membaca tulisan-tulisan disana seolah sedang sedang
membaca bagaimana kisah hidupnya sendiri. Dira menuliskan banyak cerita tentang
momennya bersama Agy, bahkan banyak dari momen-momen tersebut yang tidak Agy
sadari penting, lucu, atau
menyedihkannya, sampai saat ini dia membacanya sendiri.
Dengan tak sabar Agy membuka file bernomor 29,
lalu terbuka lah word yang barusan berusaha Dira tutupi darinya. Agy membacanya
perlahan dengan degup jantung yang semakin tak bisa diatur.
Segala kebiasaan denganmu
terasa menyenangkan. Segala kebiasaan denganmu seperti petualangan. Meskipun
kita hanya terdiam, asik dengan dunia kita sendiri. Segala kebiasaan denganmu
terasa membuatku lengkap.
Kenapa lengkap? Entahlah. rasanya
cukup ada aku. Cukup ada kamu. Aku tau bahwa kita mampu sama-sama berjuang
untuk menghadapi dunia. Karena meskipun hanya dalam bayangan, tapi bersamamu
aku merasa mampu untuk menghadapi apapun yang ada di depan.
Apa hanya aku yang merasa
seperti itu? atau kamu pun sama?
Meskipun hanya sedikit,
sedikit saja. Bolehkah aku sedikit berharap?
Dan
Agy tau jauh dalam dirinya pun merasa lengkap dengan kehadiran Dira. Agy tau,
perasaannya tak akan lagi sesederhana satu jam yang lalu. Dan sekarang Agy
menjadi tak sabar, menanti Dira untuk membawakan nasi
goreng pesanannya di tambah sebotol air mineral juga. Seperti kebiasaannya.
Meutafora.
30/12/2014
Seperti
itu kebiasaannya.
Comments
Post a Comment